Kunci Keberhasilan Adalah Berani Menjawab Tantangan
Anggapan bekerja di dunia pariwisata kurang menjanjikan mungkin menjadi pemikiran bagi sebagian masyarakat. Ketidakjelasan masa depan dan waktu yang dihabiskan menjadi faktor yang membuat bekerja di dunia pariwisata kurang menjanjikan. Namun, semua hal itu tak berlaku bagi Cipto Yuwono Sasmito.
WALAUPUN banyak sekali anggapan tersebut. Tapi, bagi Cipto selaku human resources manager Novotel-Ibis Balikpapan, bekerja di dunia pariwisata sangat menantang dan banyak memberikan pengalaman yang jarang didapat oleh pekerjaan lainnya.
Pria kelahiran Batam, 30 Januari 1974 ini mengaku sejak duduk di SMA dia sudah tertarik dengan dunia pariwisata. Hingga setelah lulus SMA di Batam, dia memilih untuk melanjutkan studi-nya ke Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata di Bandung. Padahal jurusan studi saat dia SMA tidak linear dengan jurusan pilihannya saat kuliah.
“ Walaupun saya waktu SMA jurusan IPA, tapi dalam pergaulan saya tidak seperti anak IPA pada umumnya saya suka sekali bersosialisasi kepada teman-teman lainnya. Dan saya tertarik untuk masuk ke dunia pariwisata karena saya ingin sekali bertemu banyak orang asing dan bisa berteman dengan mereka. Selain itu, menjadi tantangan bagi saya karena dunia pariwisata ini di luar dari apa yang saya pelajari sebelumnya,” ujarnya.
Saat dia kuliah, dia mengaku sambil bekerja. Pada saat itu, dia bekerja di sebuah maskapai hampir sekitar dua tahun. “Pada 1997 saya lulus. Setelah itu, dari pihak sekolah langsung menempatkan para mahasiswanya di beberapa perusahaan perhotelan dan resort,” terangnya.
Pada 1998, dia juga akan ditempatkan di Balikpapan, tepatnya di Hotel Benakutai. Tapi karena ada masalah yang melanda akhirnya tidak jadi. Akhirnya, pria penyuka grup band Roxette ini ditempatkan di Oasis Hotel, Batam.
“Kebetulan saya ditempatkan di tempat asal saya sehingga tidak jauh dari keluarga. Hingga tahun 2000 saya bekerja di sana sebagai Guest Service Officer. Kemudian, tiba-tiba saya penasaran bagaimana rasanya bekerja di perusahaan pada umumnya. Kembali, saya tertantang bekerja di perusahaan tepatnya di Cheminda Tritama Batam sebagai General Affair & Administration Supervisor, padahal basic saya di pariwisata,” kata pria keturunan Jawa ini.
Singkat cerita, Cipto kembali menapaki karier di hotel. Pada tahun 2000 hingga tahun 2007, pria yang suka dengan laut ini bekerja di Formosa Hotel Batam sebagai assistant front office manager. “Banyak sekali pengalaman yang saya dapat di sini. Hingga, pada 2007 saya ditawari bekerja sebagai guru perhotelan di SMK,” bebernya.
Pada tahun 2011, dia mendapat tawaran yang menarik dari Accor – perusahaan asal Prancis yang mengelola beberapa hotel besar. Dia mengaku ditawari untuk menjadi human resources manager Hotel Novotel di beberapa tempat di Indonesia.
“Ada satu pilihan tempat yang sangat menarik dan menantang bagi saya, yaitu Novotel di Lombok. Tantangan di sana sangat besar karena langsung berhadapan masyarakat asli yang ada di sana. Maksudnya, banyak tekanan karena banyak masyarakat yang ingin bekerja di Novotel. Belum lagi jika terjadi kesalahan. Sampai-sampai, jabatan untuk HRD manager sudah dua bulan di sana kosong,” kata pria yang berhobi snorkeling ini.
Setelah setahun di Lombok, Cipto memutuskan untuk keluar dan kembali lagi ke Batam karena alasan keluarga. Dia kembali bekerja di Holiday Inn Resort Batam sebagai Human Resource Manager.
Pada tahun 2013, dia kembali dihubungi oleh Accord untuk kembali bekerja dan ditawarkan untuk menjadi human resources manager. Tentunya dia diberi pilihan di beberapa tempat, yakni Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Karena dia tidak pernah menginjakkan kaki di Kalimantan dan juga langsung memegang dua hotel sekaligus, akhirnya Cipto memilih penempatan lokasi di Novotel-Ibis Balikpapan.
Bagi Cipto, sudah ribuan orang yang dia temui dan di-training. Menurutnya, salah satu kunci keberhasilan untuk menjalani karier adalah berani menjawab tantangan. “Kemudian yang terpenting lainnya adalah kita harus sering dan berani melakukan komunikasi. Jangan pernah takut, karena melalui komunikasi kita bisa menjalin keakraban,” ujar suami dari Endang Saraswati ini.
Sayuran Masih Jadi Momok di Balikpapan
DI Kota Minyak, bahan makanan khususnya kelompok sayuran masih menjadi momok inflasi. Dengan sumbangsih besar dari golongan bahan makanan itu, Februari lalu, Balikpapan kembali menjadi kota dengan kenaikan indeks harga konsumen (IHK) tertinggi di Kalimantan.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, inflasi di kota ini mencapai 0,72 persen sepanjang bulan lalu. Padahal, lima dari empat kota basis IHK di Kalimantan membukukan deflasi, mengikuti angka nasional. Lonjakan harga di Balikpapan tersebut juga membuat Kaltim masih mengalami inflasi sebesar 0,12 persen. Meskipun, dua kota lainnya, yakni Samarinda dan Tarakan masing-masing sudah membukukan deflasi 0,17 dan 0,50 persen.
“Biasanya Februari adalah bulan deflasi. Balikpapan pun kembali menjadi kota dengan kenaikan IHK tertinggi pada Februari lalu, melanjutkan kondisi yang sama pada bulan sebelumnya,” ucap Tony Hartono, kepala Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik BPS Balikpapan.
IHK 121,80 poin pada sampai Februari lalu, membuat Balikpapan mencatatkan inflasi 8,79 persen dibanding bulan yang sama pada 2014 lalu (year on year). Sedangkan dengan tambahan 0,72 persen, hingga bulan kedua, inflasi di kota ini sudah mencapai 2,42 persen.
“Pada Februari lalu, inflasi terbesar masih dari bahan makanan, mencapai 5,2 persen. Di Balikpapan, hanya kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan yang mengalami deflasi, yakni 2,66 persen secara bulanan dan 5,62 persen pada akumulasi inflasi kalender,” ulas dia.
Dia melanjutkan, kenaikan harga signifikan kembali terjadi pada kelompok sayuran. Sebut saja sawi hijau dan bayam yang naik masing-masing sampai lebih dari 100 persen.
“Sayuran ini naik harganya karena bulan lalu kita sempat alami musim hujan. Karena persediaan yang sedikit karena tak bisa produksi, harganya menjadi naik,” urainya.
Sedangkan untuk beras yang santer diberitakan mahal dan langka, belum lama ini, lonjakan harga rupanya tak sebesar yang terjadi di Pulau Jawa.
“Bayam naik dari Rp 5.000 per ikat menjadi Rp 15 ribu. Sawi hijau juga naik dari harga awal yang sama jadi sampai Rp 13 ribu per ikat. Kalau beras, jika di nasional rata-rata naik Rp 30 persen, di Balikpapan kenaikannya ternyata hanya 6,5 persen,” papar Tony.
Meski begitu, beras tetap menjadi penyumbang inflasi tertinggi kedua, karena bobot penggunaan komoditas ini cukup besar di kalangan konsumen. “Posisi pertama penyumbang terbesar adalah sawi hijau 0,3 persen. Sedangkan beras memberi andil 0,2 persen,” Lanjutnya.
Terkait deflasi yang dialami kelompok transportasi, Tony menyebut, hal tersebut tak lepas dari penurunan harga BBM yang terjadi pada Januari lalu. “Karena berubahnya menurun, respons penawaran tidak spontan. Jadi, deflasinya baru terasa pada bulan lalu,” urai dia.
Namun, dengan harga premium yang kembali naik tipis per Minggu (1/3) lalu, dia menyebut, inflasi pada kelompok angkutan ini bisa saja kembali naik pada bulan ini. Begitu pula dengan kenaikan IHK secara umum.
“Meskipun angkanya tak besar. Dan jika ditambah kenaikan dari gas elpiji 12 kg, bulan ini besar kemungkinan kembali terjadi. Belum lagi, pantauan di lapangan melaporkan harga beras dan sayur masih dalam tren menanjak,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar